Oleh Bp. Oleh: Syakir Jamaluddin, MA. (HP: 081 579 161 90)
(Anggota MT PP Muhammadiyah ,Ketua LPPI UMY )
Disampaikan dalam Kajian Kuliah Subuh Ahad Pagi Muhammadiyah Temanggung, tanggal 1 Juli2012.
Kita akan mencoba membahas sholat dan puasa yang dipahami oleh Muhammadiyah. Muhammadiyah berprinsip bahwa sholat merupakan salah satu ibadah mahdhoh , sehingga harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah, dan menjalankan karena ada perintah dan tuntunan dari Rasulullah . Jadi yang penting ada dasar hadist yang makbul (shohih atau hasan).
Sekarang kita memasuki bulan Sya’ban, dan sunah bulan Sya’ban, seperti diriwayatkan oleh ‘Aisyiyah, bahwa Rasulullah paling banyak berpuasa : “ Saya tidak melihat Rasulullah yang paling banyak berpuasa kecuali bulan Sya’ban.” Hal ini kemungkinan agar umat Islam membiasakan diri menghadapi bulan Ramadhan. Bulan sebelumnya adalah bulan Rajab. Berkaitan dengan bulan Rajab ada hadist yang sering dikutip : “ Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban itu bulan Ku dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Setelah diteliti, hadist ini adalah dhoif karena mursal (terputus rangkian periwayatnya atau yang penyandaran riwayatnya hanya sampai tabi’in yang tidak pernah bertemu dengan Nabi) dan majkhul (ada periwayatnya yang tidak dikenal), dan sangat berbahaya jika beribadah menyandarkan pada hadist yang tidak jelas yang menyampaikan.
Ada juga hadist yang berbunyi : “Barang siapa yang berpuasa satu hari dibulan Rajab, maka dia sama berpuasa selama satu tahun. Dan siapa yang berpuasa tujuh hari di bulan Rajab, maka ditutup rapat-rapat pintu jahanan baginya. Dan siapa yang berpuasa delapan hari dibulan Rajab maka dibukakan baginya delapan pintu surga, dan siapa yang berpuasa 10 hari dibulan Rajab, maka dia akan bebas dari hisab.” Ini adalah hadist dhoif maudu’ (palsu). Menurut Imam Ahmad bin Hambal, tidak ada hadist yang menyebutkan keutamaan – keutamaan puasa bulan Rajab. Sehingga Imam Ahmad bin Hambal tidak meriwayatkannya.
Ada juga hadist yang mengatakan : “Barang siapa yang berpuasa pada hari ke 27 Rajab (Isro’ Mi’roj), Allah akan mencatat pahala baginya 60 bulan (5 tahun).” Ini juga hadist palsu.
Sekarang kita memasuki bulan Sya’ban, dan sunah bulan Sya’ban, seperti diriwayatkan oleh ‘Aisyiyah, bahwa Rasulullah paling banyak berpuasa : “ Saya tidak melihat Rasulullah yang paling banyak berpuasa kecuali bulan Sya’ban.” Hal ini kemungkinan agar umat Islam membiasakan diri menghadapi bulan Ramadhan. Bulan sebelumnya adalah bulan Rajab. Berkaitan dengan bulan Rajab ada hadist yang sering dikutip : “ Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban itu bulan Ku dan Ramadhan adalah bulan umatku.” Setelah diteliti, hadist ini adalah dhoif karena mursal (terputus rangkian periwayatnya atau yang penyandaran riwayatnya hanya sampai tabi’in yang tidak pernah bertemu dengan Nabi) dan majkhul (ada periwayatnya yang tidak dikenal), dan sangat berbahaya jika beribadah menyandarkan pada hadist yang tidak jelas yang menyampaikan.
Ada juga hadist yang berbunyi : “Barang siapa yang berpuasa satu hari dibulan Rajab, maka dia sama berpuasa selama satu tahun. Dan siapa yang berpuasa tujuh hari di bulan Rajab, maka ditutup rapat-rapat pintu jahanan baginya. Dan siapa yang berpuasa delapan hari dibulan Rajab maka dibukakan baginya delapan pintu surga, dan siapa yang berpuasa 10 hari dibulan Rajab, maka dia akan bebas dari hisab.” Ini adalah hadist dhoif maudu’ (palsu). Menurut Imam Ahmad bin Hambal, tidak ada hadist yang menyebutkan keutamaan – keutamaan puasa bulan Rajab. Sehingga Imam Ahmad bin Hambal tidak meriwayatkannya.
Ada juga hadist yang mengatakan : “Barang siapa yang berpuasa pada hari ke 27 Rajab (Isro’ Mi’roj), Allah akan mencatat pahala baginya 60 bulan (5 tahun).” Ini juga hadist palsu.
Kajian lengkap klik disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar