Rabu, 29 Februari 2012

LANJUTAN PASAL 42 : Tentang sikap terhadap segala atsar yang datang dari Rasulullah yang tidak mampu dicerna oleh akal Kita

PENJELASAN KITAB SYARHUS SUNAH (Imam Al Barbahari)
Oleh Bp. Bp. Agus Effendi, M.Ag.
Disampaikan dalam Kajian Malam Rabu Muhammadiyah Temanggung, tanggal 28 Pebruari 2012




Firman Allah dalam QS. Al Fajr (89): 21-22 :
21. Jangan (berbuat demikian) apabila bumi digoncangkan berturut-turut, 22. Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.
Juga dalam QS. Al An’aam (6): 158 :
158. Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu*...... .” * Maksudnya: tanda-tanda kiamat.
Kalau dilihat dalam tafsir Ibnu Katsir Juz I halaman 249 :
Yang dimaksud dengan Allah datang, adalah Allah datang dihari kiamat untuk memutuskan persoalan antara orang-orang yang telah lalu sampai orang – orang yang datang paling akhir , untuk memutuskan perkara mereka.
 
 Hadist dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim:
Para sahabat berkata : Ya Rasulullah, apakah nanti kita bisa melihat Rabb kita di hari kiamat ? . Nabi menjawab : Apakah kalian itu akan terhalangi, ketika melihat matahari, sedangkan tidak ada awan, yang menghalanginya ? Para sahabat menjawab : Tidak. Kemudian Nabi bersabda : Sungguh nanti kalian akan melihat seperti itu. Kemudian Manusia akan dikumpulkan di hari kiamat . Siapa saja yang menghamba pada sesuatu, maka orang itu akan mengikuti kepada siapa ia menghamba . Maka ada diantara orang – orang itu mengikuti matahari, ada diantara orang – orang itu mengikuti bulan, ada diantara orang – orang itu mengikuti thaghut. Lalu umat ini tersisa dan padanya ada orang – orang yang mengingkari janji. Maka Allah SWT mendatangi mereka dan berfirman : Aku ini adalah Rabb kalian. Dan mereka berkata : Inilah tempat kami hingga rabb kami mendatangi kami ,maka ketika rabb kami mendatangi kami, maka kami mengenalnya. Maka Allah pun mendatangi meraka dan berfirman : Aku ini adalah Rabb kalian. Dan mereka berkata : Engkau adalah Rabb kami.
Allah SWT turun dihari kiamat” dalam keterangan beberapa riwayat lain maksudnya adalah mendatangi. Tentang perkara bagaimana datangnya atau turunnya, kita tidak boleh memikirkannya lebih lanjut, karena akal kita tidak bisa menjangkau. Kita hanya membenarkan, menyakini dan mengimaninya.
Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, yang menjadi penyebab adanya thaghut:
  1. Iblis
  2. Orang yang di ibadahi, sementara ia ridho/rela.
  3. Orang yang mengajak orang lain, supaya orang – orang itu menghamba pada dirinya.
  4. Orang – orang yang berhukum dengan hukum selain Allah dan dia ridho/rela atas itu.
  5. Orang orang yang mengaku dirinya mengetahui masalah gaib.
 
 Hadist riwayat Imam Bukhari dan Muslim, hadist dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda : Jahanam senantiasa berkata : Apakah masih ada tambahan ? Hingga Allah SWT meletakkan qadam nya (telapak kakinya), maka Jahanam pun kemudian berkata : Cukup – cukup. Maka neraka jahanampun menutup satu dengan yang lainnya.
Maka untuk perkara diatas kita tidak boleh memikirkannya lebih lanjut, karena akal kita tidak bisa menjangkau. Kita hanya membenarkan, menyakini dan mengimaninya.
adist riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda : Allah SWT berfirman : Aku akan berbuat kepada hambanya sesuai dengan prasangka hambaku kepadaku, aku akan menyertainya ketika dia mengingatku, ketika ia mengingatku seorang diri kepadaku, maka aku akan mengingatnya , ketika ia mengingatku diantara orang banyak maka aku akan mengingat orang itu diantara orang yang lebih banyak dan lebih baik dari mereka. Ketika hambaku mendekat kepadaku sejengkal, maka aku akan mendekat kepadanya satu hasta, ketika seorang hambaku mendekat kepadaku satu hasta, maka aku akan mendekat satu depa. Ketika seorang hambaku mendekat kepadaku dengan berjalan kaki, maka aku akan mendekat dengan berlari.
Cara Allah berjalan kaki, itu diserahkan kepada Allah. Kita hanya menyakini bahwa Allah akan membalas perbuatan hambanya lebih baik. Memikirkan zat Allah yang disamakan dengan manusia, akan menyebabkan 2 hal yaitu,
  1. Pengingkaran terhadap keyakinan terhadap sifat Allah .
  2. Menyamakan sifat Allah dengan manusia, seperti aliran widatul wujud ( Allah ada dalam diri manusia).
       
     
Hadist riwayat Turmidzi dan Ahmad, hadist dari Ma’ad bin Jabbar : Telah tertahan atas kami, juga Rasulullah disuatu pagi, dari sholat subuh hingga kami kepanasan (sinar matahari telah memancar sinarnya). Kemudian Nabi keluar memerintahkan kepada sahabat untuk mengumandangkan iqamah. Dan Rasulullah melaksanakan sholat dan sholatnya tidak terlalu panjang. Setelah Nabi selesai kemudian memanggil dengan suara tinggi , kalian tetap ditempat kalian. Kemudian Rasulullah menghadap kepada kami kemudian bersabda : Adapun akan mengatakan kepada kalian apa yang menahanku kepada kalian pagi ini, Sungguh tadi malam saya bangun dari waktu malam, langsung berwudhu dan bersholat sesuai dengan kemampuanku. Aku kemudian ngantuk dalam sholatku dn akupun merasa berat (hampir tertidur), maka aku sungguh dengan Rabbku melihat dalam keadaan sebaik – baiknya bentuk.
 
 Masih banyak hadits-hadits yang serupa dengan itu maka hendaklah anda cukup menerimanya, membenarkan, Tafwidh (menyerahkan kepada Allah) dan ridho (legowo) tanpa menafsirkan dengan hawa nafsu karena mengimaninya berhukum wajib. Barangsiapa menafsirkan dengan hawa nafsu atau menolak (nash-nash seperti di atas) ia termasuk kelompok Jahmiyah.
Menyerahkan (tafwidh) kepada Allah maksudnya menyerahkan hakekatnya (bagaimana /teknisnya), bukan maknanya.
 
Imam Al Barbahari berpendapat : Kelompok Al Muqashidoh adalah orang  – orang yang menyerahkan sifat Allah kepada Allah tanpa ingin mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Maka sebagai contoh : Allah SWT turun tiap malam kedunia, akan tetapi bagaimana turunnya ? Inilah yang kita tidak mengetahuinya. Kita mengatakan Allah turunsesuai dengan keagungannya, kebagusannya dan kesempurnaanya. Demikian juga terhadap sifat Allah yang lainnya, sebagaimana pendapat Imam Malik : Ketika ada orang yang bertanya kepadanya tetntang bagaimana Allah bersemayam ? Maka Imam Malik berkata : Bersemayamnya sudah diketahui, bagaimananya bersemayam kita tidak tahu, mengimaninya adalah wajib, dan menanyakannya adalah bid’ah. 
Tanya Jawab :

Tanya : Dalam masyarakat ada seseorang yang mengaku Islam tapi kelihatan tidak sholat, apakah ia jika meninggal tetap di sholatkan ?
Jawab : Para ulama sepakat tentang hukum sholat, bahwa ketika seseorang meninggalkan sholat karena :
  1. Meninggalkan sholat dan mengingkari kewajibannya, atau menganggap sholat itu tidak wajib, maka para ulama sepakat telah jatuh hukum kafir.
  2. Meninggalkan sholat karena malas, maka sebagian ulama ada yang berpendapat :
  1. Dia tetap mukmin tetapi mesti diberi hukuman dibunuh.
  2. Dia tetap mukmin tetapi diberi hukuman mukmin fasiq.
  3. Kalau meninggalkan sholatnya berkali kali, maka hukuman pada orang itu adalah khufur (Ibnu Taimiyah).
  4. Kalau meninggalkan beberapa kali, dan menyakini kewajibanya, dan dia bertaubat atas kesalahannya maka dia tetap sebagi orang mukmin
Tetapi kalau orang tersebut sudah pernah mengucapkan dua kalimat syahadat, maka dia tetap muslim tetapi hakekat keislamannya kita serahkan pada Allah SWT. Sehingga kita masih mensholati dia ketika meninggal. Seperti pendapat Imam Ahmad bin Hambal : “Telah kafirlah orang – orang yang mengatakan bahwa Al Qur’an itu adalah makhluk”. Tetapi ketika ada orang yang mengatakan Al Qur’an itu makhluk, Imam Ahmad bin Hambal tidak serta merta mengatakan dia telah kafir, karena untuk menyatakan kafir membutuhkan kriteria – kreteria yang lebih lanjut.