Minggu, 18 November 2012

HUKUM MENIKAHKAN WANITA HAMIL

Oleh : Agus Efendi, M.Ag
Di sampaikan pada Pertemuan Majlis Tarjih dan Tajdid PDM Temanggung,
Ahad 21 Oktober 2012 di PCM Wonoboyo
Perempuan yang dinikahi dalam keadaan hamil ada dua macam:
1. Perempuan yang diceraikan atau di tinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil.
2. Perempuan yang hamil karena melakukan zina sebagaimana yang banyak terjadi di zaman ini -wal ‘iyadzu billah- baik : Pertama: wanita tersebut adalah pasangan zina pria yanghendak menikahi dirinya. Kedua: wanita tersebut bukan pasangannya, atau hamil karenaberhubungan badan dengan orang lain.
Adapun perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, tidak boleh dinikahi sampai lepas‘iddah nya. Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana dalam Nailul Author 4/438: “‘Iddah adalah nama bagi waktu penungguan seorang perempuan dari menikah setelah suaminya meninggal atau (suaminya) menceraikannya. Apakah dengan melahirkan, quru` (yaitu haid menurut pendapat yang kuat-pen.) atau dengan beberapa bulan.” Dan ‘iddah-nya ialah sampai ia melahirkan sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuanperempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya, dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. (QS. Ath-Tholaq (65): 4).
Dan hukum menikah dengan perempuan hamil seperti ini adalah haram dan nikahnya batil tidak sah sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala: Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah (2): 235).
Berkata Ibnu Katsir dalam tafsir-nya tentang makna ayat ini: “Yaitu jangan kalian melakukan akad nikah sampai lepas ‘iddah-nya.” Kemudian beliau berkata: “Dan para ‘ulama telah sepakat bahwa akad tidaklah sah pada masa ‘iddah.”: (Lihat Al-Mughny 11/227, Takmilah Al-Majmu’ 17/347-348, Al-Muhalla 10/263 dan Zadul Ma’ad 5/156 ).

Kajian lengkap bisa klik disini 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar