Senin, 19 Desember 2011

Penjelasan Syarhus Sunnah Pasal 26


PENJELASAN KITAB SYARHUS SUNAH  (Imam Al Barbahari)
Oleh Bp. Bp. Agus Effendi, M.Ag.
Disampaikan dalam Kajian Malam Rabu Muhammadiyah Temanggung, tanggal 13 Desember 2011
  Pasal 26


26. Wajib mendengar dan mentaati para pemimpin dalam perkara yang dicintai dan diridhai Allah, dan orang yang memegang tampuk khilafah yang diangkat berdasarkan kesepakatan dan kerelaan seluruh ummat maka ia termasuk Amirul Mukminin. Tidak boleh seseorang bermalam sementara tidak merasa memiliki imam baik seorang imam, adil ataupun dzalim.

Penjelasan :

Dari pernyataan diatas berarti tidak ada ketaatan tanpa bila tidak dicintai dan diridhoi oleh Allah. Karena tidak ada dalam hadist : tidak ada ketaatan kepada sesama makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.


Dari hadist, Nabi bersabda : Kita harus mendengar dan taat atas seorang yang muslim (pemimpin) pada suatu yang kita senangi dan tidak kita senangi selama tidak memerintahkan untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah. (Dari Abdullah bin Umar, HR. Bukhori dan Muslim).
Jadi tidak semua perintah pemimpin itu harus ditaati, tetapi harus sesuai rambu – rambu diatas.



Sabda Nabi : Barangsiapa yang mendatangi kalian, memerintahkan kepada kalian  atas apa yang disepakati bagi seseorang dan kemudian dia ingin mematahkan tongkat (keistikhomah dalam ketaatan) kalian, atau ingin memecah belah kalian maka perangilah ia.

Jika suatu Negara/umat dipimpin oleh seorang yang kejam dan dzolim, keadaan Negara kacau balau, itu akan lebih baik dari pada negara itu tidak ada pemimpinannya dan pasti akan lebih kacau.
Sabda Nabi : Barangsiapa yang tidak mencintai amirnya (pemimpinnya) dengan sesuatu yang ada padanya(kedzoliman), maka bersabarlah kamu kepadanya, maka sungguh tidak  seyogyanya bagi seorang manusia dia keluar dari ketaatan – ketaatan itu sekalipun dalam satu jengkal, maka jika meninggal kecuali matinya seperti matinya orang jahiliyah.( HR. Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abas).
Hadist yang lain : barang siapa yang mencabut ketaatan maka kelak jika ia akan menghadap Allah pada hari kiamat , dalam keadaan dia  tidak punya hujah sedikitpun. Dan barang siapa meninggal dunia dalam keadaan tidak ada ketaatan kepada amirul mukminin  / penguasa maka dia mati dalam keadaan jahiliyah. ( HR. Bukhori dan Muslim)

Dalam sejarah dikisahkan pada jaman kepemimpinan Bani Umayah, keadaan kacau dan tidak karuan, tetapi para ulama – ulama besar tidak mau memberontak, walaupun pemimpinannya dzolim. Seperti Imam Ahmad bin Hambal yang keluar masuk penjara dan di hukum cambuk karena seruannya/ajarannya : Siapapun yang menyatakan bahwa Alquran itu makhluk, maka benar – benar ia kafir. Padahal manhab Negara pada waktu itu adalah : bahwa Al Quran itu adalah makhluk. Walaupun ada pertentangan dan disiksa, Imam Ahmad tidak memobilisasi masa untuk memberontak atau menentang penguasa, padahal kemampuan dan potensi untuk itu sangat besar. Terbukti tercatat dalam sejarah ketika Imam Ahmad meninggal dunia yang melayat dan mensholatkanya serta mengantarkan  jenazah ke kubur mencapai 130.000 muslimin dan merupakan jumlah yang paling besar waktu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar