Senin, 16 Januari 2012

PENJELASAN KITAB SYARHUS SUNAH (Imam Al Barbahari) PASAL 33 TENTANG HUKUM RAJAM

Oleh Bp. Bp. Agus Effendi, M.Ag.
Disampaikan dalam Kajian Malam Rabu Muhammadiyah Temanggung, tanggal 10 Januari 2012

Pembukaan
Alhamdullillah dengan pertolongan Allah SWT kita bisa hadir di majelis ini , Kajian Malam Rabu, insya Allah dengan niatan yang sama, ingin menghilangkan kebodohan kita dan nantinya juga ingin menghilangkan kebodohan orang lain seperti ungkapan dari Imam Ahmad bin Hambal : “Ilmu itu akan menempati peringkat yang paling tinggi, sampai tidak ada yang bisa menandingi ketinggiannya ketika seseorang yang memiliki /mencari ilmu itu dengan niat yang benar”. Ketika ditanya : “Lalu apa niat yang benar itu ?”, Beliau menjawab : “Niat mencari ilmu yang benar itu adalah untuk mengangkat kebodohan dari diri orang itu dan mengangkat kebodohan dari orang lain.”
Disini ada kaidah yang berjalan cepat, ada yang setahap demi setahap. Sebab ada kaidah : wa quli haqqa walau kanna murron , (Sampaikanlah kebenaran itu sekalipun pahit, sekalipun satu ayat), juga ada kaidah : walai syaqulla haqqin atyuqqa ( tidak mesti sesuatu yang haq itu disampaikan diwaktu itu , ditempat itu).


PASAL 33



33. Hukum rajam merupakan bentuk hukum yang haq (benar)
Penjelasan :
Hukuman rajam merupakan hukuman yang diberikan kepada orang yang mukhson (orang yang terjaga/sudah menikah),yang telah melakukan zina. Bentuk hukuman rajam adalah orang yang dihukum dimasukkan/ditimbun dalam tanah sampai kelihatan dada/leher keatas , dan dilempari batu sampai mati. Kalau dilihat secara umum kelihatan menyeramkan/sadis . Hal ini biasanya diucapkan oleh orang – orang yang bukan menjadi korban. Jika dari sudut korban, mungkin hukuman itu belum setimpal, bisa menginginkan yang lebih. Sebagai contoh tidak ada orangpun yang berakal sehat yang rela istrinya dizinai orang, atau tidak ada seorangpun yang rela ibunya dizinai orang, atau anaknya dizinai orang. Jadi seharusnya perasaan yang seperti ini yang dilindungi hukum itu.
Kata Imam Barbahari : Hukum rajam merupakan bentuk hukum yang haq (benar). Dalam kaidah bahasa kata haq lawan katanya adalah roib (ragu), maka ketika ada kata haq, berarti tidak ada keraguan padanya. Jadi dapat dikatakan bahwa hukum rajam merupakan hukum yang benar dan tidak ada keraguan didalamnya. Haq atau kebenaran hukum rajam itu berarti :
  1. Berarti hukum rajam itu memang haq / benar dibuat oleh Allah SWT. Bukan hasil buah pikir /penyimpulan manusia. Jadi hukuman yang telah Allah tentukan.
  2. Berarti hukum rajam itu merupakan hukuman yang paling tepat untuk pelaku zina yang sudah bersuami / beristri. Hal ini dikarenakan :
  1. Hukuman rajam ini memberikan pencegahan (preventif) yang paling tinggi, sehingga orang tidak akan melakukan zina. Karena hukum yang baik (nilai yang tinggi/bermutu) jika hukum ini memberi efek jera yang maksimal, sehingga orang tidak akan melanggar lagi.
  2. Dalam kaidah fidiyah, salah satu yang diulas oleh Ibnu Abbas : Agama itu (dien /hutang) dibuat untuk mendapatkan kemashlakhatan (manfaat yang baik) dan menolak berbagai bentuk kerusakan – kerusakan.
  1. Salah satu tujuan diadakan syariat adalah untuk memelihara keturunan. Kalau zina itu dilegalkan dan tidak ada hukuman rajam, maka akan sangat banyak orang yang ikatan pernikahannya ada jelas, tetapi ikatan biologisnya tidak jelas.
Hadist diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas : Telah berkata Umat bin Khatab ra. (yang ketika itu duduk dimimbarnya Rasullullah SAW. ) : “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran dan Allah telah menurunkan kepadanya kitab. Maka diantara apa yang telah Allah turunkan kepada Nya, adalah ayat yang menjelaskan tentang hukuman rajam, kami telah membacanya dan kami telah menjaganya, dan kami cukup akal tentang hal itu (menerimanya dengan akal yang jelas). Maka ketika itu Rasullullah telah menegakkan hukum rajam itu. Kemudian kami mengakkan hukum rajam itu setelahnya. Maka aku khawatir ketika diakhir jaman nanti akan ada orang yang berkomentar : Kita tidak mendapati ayat tentang rajam di dalam kitab Allah SWT. Maka mereka akan tersesat ketika mereka meninggalkan kewajiban – kewajibanya yang telah Allah turunkan , maka rajam itu didalam kitab Allah adalah sesuatu yang benar atas seseorang yang berzina ketika orang itu telah mukhson (terjaga/nikah) dari kalangan laki – laki atau perempuan ketika telah tegak keterangan yang nyata (telah ada orang yang bersumpah / bersaksi menyaksikan perbuatan zina itu), atau ada tanda/bukti (telah mengandung) atau sesuatu yang dikenal dengan tanda – tanda lain.”
Kalau ada yang berdalih hukuman ini akan membunuh orang, maka dapat dilihat dalam salah satu hadist : Tidak dihalalkan darah orang muslim kecuali :
  1. Seseorang yang telah membunuh, dibalas dengan hukuman dibunuh oleh mahkamah pengadilan (bukan dari keluarga korban).
  2. Seseorang yang sudah bertabur uban (tua) tetapi dia berzina
  3. Orang yang telah meninggalkan Islam (murtad).
Hadist tentang hukuman rajam dapat dilihat :
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim : Nabi pernah merajam seorang laki – laki yang bernama Ma’ij, dia telah melakukan perbuatan zina. Dan beliau pernah merajam seorang wanita Ghomidiyah karena telah melakukan zina, kemudian Nabi mensholati keduanya.
Dalam suatu riwayat di sebutkan , bahwa ada seorang wanita datang kepada Nabi dan meminta untuk dirajam karena berzina. Nabi bertanya: “mana buktinya ?” Selang beberapa bulan wanita itu datang dan berkata kepada Nabi, “ini buktinya, saya telah hamil.” Nabi menunda hukum rajam sampai anaknya lahir. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa setelah melahirkan, wanita itu hampir setiap hari menangis, karena khawatir kalau dua mati belum dirajam, karena telah berbuat dosa. Dan kemudian datang kepada Nabi, : “Wahai ya Nabi ini anak saya dan saya telah melahirkan, tolong saya di rajam.” Nabi menjawab : “Tunggu samapi anakmu selesai menyusu”. Setelah anak tersebut selesai disusui selama 2 tahun, wanita tersebut datang lagi ke Nabi dan berkata : “Wahai Nabi tolong saya segera dirajam”. Nabi menjawab : “Tunggu sampai anakmu bisa pegang roti dan makan sendiri.” Dan ketika anaknya bisa pegang roti dan makan sendiri, maka dirajamlah perempuan itu. Dan ketika dirajam, Khalid bin Walid melempar batu ke wanita tersebut, dan pakaiannya terkena darah wanita tersebut , dia mencela wanita tersebut. Tetapi Nabi berkata :” Seandainya taubatnya wanita ini dibagi ke seluruh penduduk Madinah, maka akan mencukupi.”
Dari segi hukum agama, jika seseorang telah melakukan pelanggaran kepada hukum Allah , dan telah ditegakkan baginya hukum Allah, maka orang tersebut tidak menanggung beban atas dosa dari pelanggaran tersebut di akherat nanti. Sedang dosa yang lain, Allah bisa mengampuni, juga bisa tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar