Oleh Bp. Bp. Agus Effendi, M.Ag.
Disampaikan dalam Kajian Malam Rabu Muhammadiyah Temanggung, tanggal 17 Januari 2012
PASAL 36
36.Puasa ketika dalam keadaan bepergian; barangsiapa yang ingin berpuasa diperbolehkan dan barangsiapa yang ingin berbuka diperbolehkan.
Penjelasan :
Puasa disini adalah puasa wajib maupun sunat. Dan ketika dalam perjalanan jauh bisa memilih untuk terus puasa atau berbuka puasa walaupun waktunya belum berbuka puasa. Melihat kata “afthara” diatas berarti berbuka puasa , bukan makan dengan bebas, sehingga melakukan berbuka puasa seperlunya dan meneruskan puasanya, walau tidak dihitung puasa.
Hadist riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari ‘Aisyiyah istri Nabi SAW, bahwasanya Hamsah bin Amr Al Aslami (sahabat Nabi yang sangat banyak menjalankan puasa sunah dan wajib) pernah bertanya pada Nabi SAW : “Ya Rasullulah apakah saya ini mesti berpuasa ketika saya dalam keadaan bepergian ?” Nabi mengatakan : “Lalu kalau kamu memang menghendaki, maka puasalah, tetapi kalau kamu menghendaki lain, maka berbukalah.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu'Fatawa (25/209): "Bepergian yang boleh mengqashar shalat maka dibolehkan juga berbuka puasa dengan konsekwensi qada', bagi seorang musafir yang boleh mengqashar shalat diperbolehkan berbuka puasa menurut kesepakatan ulama baik mampu berpuasa atau tidak, baik keberatan melakukan puasa atau tidak, seperti ia melakukan bepergian dalam suasana sejuk atau membawa air atau bersama pembantu maka tetap diperbolehkan untuk memilih antara berbuka atau mengqashar shalat." Barangsiapa berkata: "Berbuka hanya diperbolehkan bagi orang yang tidak mampu berpuasa maka harus diminta untuk bertaubat dan apabila menolak bertaubat dia harus dihukum bunuh. Begitu seorang yang mengingkari orang yang berbuka dalam keadaan bepergian maka dia harus diminta bertaubat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar