PENJELASAN KITAB SYARHUS SUNAH (Imam Al Barbahari)
Oleh Bp. Bp. Agus Effendi, M.Ag.
Disampaikan dalam Kajian Malam Rabu Muhammadiyah Temanggung, tanggal 27 Desember 2011
PASAL 32
32. Ketahuilah semoga kalian dirahmati Allah , bahwa tidak boleh mentaati makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah. Tidak boleh memastikan terhadap pemeluk Islam bahwa ia termasuk jelas-jelas baik atau buruk karena anda tidak tahu nasib akhir orang tersebut ketika meninggal dunia, namun boleh menaruh harapan rahmat bagi orang yang baik dan merasa takut terhadap orang yang buruk akibat dosa yang lelah ia kerjakan, sebab anda tidak tahu ketika ia meninggal dunia mungkin telah menyesali dosanya. Jika Allah membuat ketentuan seperti itu maka ketika ia meninggal dunia hendaklah memohon rahmat Allah untuknya dan merasa cemas terhadap dosa-dosanya. Setiap dosa bagi seorang hamba berhak mendapat kesempatan untuk bertaubat.
Penjelasan:
Penguasa punya hak untuk ditaati selama dalam batasan tidak memerintahkan bermaksiat kepada Allah. Jika penguasa memerintahkan sesuatu yang merupakan maksiat kepada Allah, maka tidak ada alas an untuk metaati penguasa itu. Kita lihat dalam riwayat :
Hadist dari Ali bin Abu Tholib, bahwasanya Nabi SAW mengirimkan sekelompok pasukan lalu Nabi mengangkat dari mereka seorang laki – laki untuk memimpin pasukan tersebut. Maka ketika itu dinyalakan api unggun, lalu pimpinan pasukan memerintahkan : “Masuklah kalian kedalam api unggun yang menyala itu.” Lalu ada sekelompok pasukan yang ingin memasuki api unggun tersebut. Sedangkan kelompok yang lain mengatakan : “kita sudah jauh dari musuh, kenapa kita mesti harus masuk kedalam api tersebut ?” Kemudian dilaporkan kepada Nabi, dan Nabi bersabda kepada orang- orang yang akan masuk ke dalam api itu : “ Seadainya kalian memasuki api itu, maka senantiasa kalian ada padanya (seperti terbakar terus menerus) sampai datangnya hari kiamat (seperti orang bunuh diri).” Kemudian Nabi bersabda kepada kelompok yang lain dengan perkataan yang lembut :” Tidak ada ketaatan yang bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya ketaatan itu hanya pada perkara yang baik dan benar.” (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad).
Dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa orang yang bunuh diri diadzab oleh Allah akan merasakan sakit yang terus menerus seperti saat ia bunuh diri sampai datangnya hari kiamat.
Kita lihat perkataan Ubaiy bin Iyad : Kalau saja saya ini punya do’a yang pasti dikabulkan, maka tidak akan aku gunakan kecuali untuk mendoakan untuk kebaikan bagi penguasa. Karena dengan baiknya penguasa akan menjadi baiknya masyarakat. Dan ketidak baiknya penguasa akan berakibat pada ketidak baiknya rakyat. Sehingga menyampaikan keburukan penguasa dimimbar – mimbar, menurut para ulama bukan cara yang baik dan bukan cara yang sesuai dengan sunnah.
Kita tidak boleh memastikan seseorang itu baik atau buruk sampai orang itu meninggal (selama masih hidup). Karena kita tidak mengetahui akhir hidupnya seperti apa, apakah di tutup umurnya dengan amal yang baik atau dengan amal yang buruk. Seperti dalam hadist dari Anas bin Malik :
Hadist dari Anas bin Malik : Nabi bersabda : “Kalian jangan heran terhadap perbuatan seseorang, hingga kalian melihat dengan apa dia ditutup amalnya. Karena bisa jadi dia melakukan suatu amalan dalam waktu yang lama dari masa yang dia lewati atau dalam waktu yang tidak lama dari masa-masa yang dia lewati dengan suatu amal sholeh. Dan jika dia mati ketika melakukan amal itu , pasti dia masuk surga.Tetapi kemudian berubah dengan amalan yang buruk, maka ketika dia meninggal, maka ia mengakhiri hidupnya dengan amalan yang buruk. Dan ada seorang hamba yang dalam waktu yang lama dalam masa-masa hidupnya dia melakukan amalan –amalan yang buruk, kalau dia mati dalam melakukan amalan itu pasti masuk neraka.Tetapi ternyata dia melakukan perubahan yang sangat mendasar dan dia mau bertobat dan melakukan amalan yang sholeh, jika dia meninggal maka dia mati dalam melakukan amal sholeh tersebut. Maka ketika Allah menghendaki kebaikan bagi hambanya, maka Allah akan menuntun orang itu sebelum kematiannya, lalu Allah memberikan taufiq kepada orang itu untuk melakukan amal sholeh , lalu Allah mematikan orang itu. (HR. Imam Ahmad). Dalam riwayat yang lain dari Miqdad bin Aswad, Nabi bersabda : Saya tidak akan mengatakan seseorang apakah dia baik atau jelek, hingga aku melihat seperti apa orang itu ditutup usianya. Karena benar - benar hati anak Adam itu sangat mudah bolak balik. (HR. Imam Ahmad).
Dalam riwayat yang lain disampaikan Nabi bersabda, bahwa hati itu seperti bulu yang ditancapkan di padang pasir, yang dengan mudah membolak - balikkan arah walau dengan angin yang kecil. Maka doa Nabi : Allahuma yamuqalibalkhulub talbidkhalbi ‘ala dzimiq ( Ya Allah dzat yang membolak – balikkan hati, tetapkanlah hati kami didalam agamamu.) Sedangkan Umar bin Khatab sering melantunkan doa : Ya Allah jadikanlah sebaik - baik umur saya adalah akhir dari umur yang saya miliki, sebaik – baiknya apa yang saya lakukan, menutup umur yang saya miliki, dan sebaik – baiknya hari adalah hari ketika aku bertemu menghadap Mu.
Kita tidak mengetahui apa yang mendahului bagi orang itu ketika mendekati kematiannya, karena boleh jadi ia bisa bertobat kepada Allah, menyesal sebelum meninggal dunia. Dan apa yang Allah kehendaki bisa terjadi pada waktu yang seperti itu, ketika ia mati dalam keadaan Islam. Tidak ada satu dosa pun yang dilakukan seorang hamba melainkan hamba tersebut mempunyai hak untuk bertaubat.
Akan tetapi kita tidak boleh menyandarkan pada takdir dengan pemikiran bahwa kalau memang sudah takdir masuk surga , ya gak usah repot – repot, pasti masuk surga. Dan sebaliknya. Karena Nabi bersabda : “Janganlah kamu bersandar pada takdir, yang penting kamu berbuat (amal yang baik), karena sesungguhnya masing masing dari kamu dimudahkan jalannya oleh Allah SWT”. Jadi kalau punya niat dan keinginan baik, maka Allah akan memudahkan menuju jalan yang baik, demikian juga sebaliknya.
Tanya Jawab :
Tanya : Tadi jelaskan , kalau seseorang dalam hidupnya selalu berbuat baik dan menjelang kematiannya berbuat jelek, maka dia akan masuk neraka. Padahal pada bab sebelumnya tentang mizan (timbangan) , Allah akan menimbang amal seseorang walaupun hanya sebesar biji sawi dan akan diperhitungkan semua, mohon penjelasannya, karena kelihatan bertolak belakang. Terima kasih .
Jawab : Dalam bab ini kata – kata yang ada adalah “dia masuk neraka” . Dari penjelasan tentang Mizan (timbangan/Pasal 15), Shirath (titihan / Pasal 19) dan tentang neraka (Pasal 21), disana ada penjelasan hadist antara kalimat kholidina fi ha dan kalimat kholidina fi ha abadan. Kalimat kholidina fi ha dapat diartikan masuk didalam neraka selama-lamanya, sedangkan kholidina fi ha abadan adalah masuk kedalam neraka selama – lamanya dan kekal didalamnya, di ini merupakan ancaman bagi orang – orang kafir. Sedangkan orang mukmin yang melakukan maksiat / amal jelek, sekalipun awalnya baik , menurut para ulama, maka orang itu dibawah kehendak Allah. Kalau Allah berkehendak orang itu bisa disiksa atau diampuni dosanya. Tetapi kalau ia memiliki iman walau sebesar zarah/ biji, sekalipun dia telah dimasukkan neraka, maka akan ada peluang bagi orang itu untuk dikeluarkan dari neraka dan masuk surga walaupun termasuk orang yang terakhir masuk surga. Hadist dari shahih Imam Ahmad, Nabi bersabda : “Akan ada diantara umatku yang dikeluarkan dari neraka masuk kedalam surga dengan syafa’at Ku. Yang ketika itu penduduk surga menyambutnya dengan mengatakan : Selamat datang wahai alumnus jahanam (jahanamiyun).”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar