Oleh H. Syakir Djamaludin, MA (LPPMI UMY Jogja)
Disampaikan dalam Kuliah Subuh Ahad Pagi Muhammadiyah Temanggung 8 Januari 2012
Muhammadiyah beranggapan bahwa sholat merupakan bagian dari ibadah mahdhoh, sehingga harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Nabinya, dan dalam pelaksanaanya harus menunggu perintah dan tuntunan. Jika tidak ada perintah atau tuntunan jangan sekali – kali dilakukan. Akan tetapi dalam pelaksanaanya masih ada perbedaan – perbedaan. Sehingga dalam pagi ini kita akan membahas cara duduk dalam sholat pada rakaat terakhir .
Dalam Muhammadiyah yang penting ada dasar hadist yang ma’bul (shahih atau hasan). Tentunya juga disesuaikan dengan Keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Dalam Muhammadiyah ada 4 unsur ajaran dalam agama Islam yaitu Aqidah ,Ibadah, Amalan Duniawiyah dan Akhlaq . Jangan sampai karena perbedaan dalam pelaksanaan ibadah yang sama – sama mempunyai dasar yang kuat , dan berbeda dalam pemahaman tentang makna hadist , menyebabkan kita meninggalkan aspek ajaran agama yang lain. Muhammadiyah sangat dewasa dalam menerima perbedaan – perbedaan tersebut asal ada dasar dari Al Qur’an dan hadist yang ma’bul. Majelis Tarjih Muhammadiyah dibentuk untuk melenyabkan perselisihan yang menganggu umat dalam memenuhi agama Islam. Terutama perselisihan yang menyebabkan percekcokan dan permusuhan. Dalam masalah yang belum di putuskan dalam Majelis Tarjih asal mempunyai dasar dari Al Qur’an dan hadist yang ma’bul yang kuat maka Majelis Tarjih Muhammadiyah tidak menjatuhkan / perlawanan.
CARA DUDUK TASYAHHUD, IFTIRASY ATAUKAH TAWARRUK?
Iftirâsy yaitu cara duduk dengan menjadikan kaki kiri sebagai firâsy/alas pantatnya, sementara telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari menghadap qiblat. Tawarruk: pangkal paha atas (pantat) bagian kiri duduk bertumpu di lantai. Bagaimana pandangan para ulama ?
Imam Al-Syafi’i berpendapat bahwa duduk iftirasy pada tasyahhud awal, sedangkan pada tasyahhud akhir dengan cara tawarruk, seperti yang bisa dilakukan kaum muslimin di Indonesia. Imam Malik berpendapat duduk tawarruk pada semua duduk. Imam Abu Hanifah berpendapat duduk iftirasy pada semua duduk.
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap keseluruhan dalil mereka, pendapat al-Syafi’i yang paling kuat dan didukung oleh mayoritas ulama, seperti: al-Bukhâri, Ahmad, dll dengan dasar riwayat dari Abu Humayd al-Sa’idi.
Berdasarkan hasil penelitian penulis terhadap keseluruhan dalil mereka, pendapat al-Syafi’i yang paling kuat dan didukung oleh mayoritas ulama, seperti: al-Bukhâri, Ahmad, dll dengan dasar riwayat dari Abu Humayd al-Sa’idi.
Menurut Al-Bukhâri bhw Abu Humayd al-Sâ‘idi berkata:
“Apabila beliau duduk pada rakaat kedua, beliau duduk diatas kaki kirinya, dan menegakkan yang kanan. Namun apabila beliau duduk pada rakaat yang terkahir, beliau ajukan kaki yang kiri lalu duduk di tempat duduknya.”
Penekanan kalimat di atas: “apabila duduk pada rakaat terakhir”, bahkan al-Nasâ'i (3/34: 1262) menyebutkan:
“bila beliau duduk pada rakaat ke-2 yang ia akan menyelesaikn shalatnya, ia menggeser kaki kirinya & duduk di sisinya secara tawarruk (مُتَوَرِّكًا) lalu salam”, maka duduk pada rakaat terakhir pada sholat 2, 3 atau 4 rakaat adalah dengan tawarruk.
Pendapat ini juga di dukung dalan Sunan Abu Dawud, Ibnu Majah, Turmudzi dan Imam bin Hambal , sehingga ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Dan Muhammadiyah condong pada pendapat ini.
Keterangan dari Abu Humayd al-Sâ‘idi juga didukung oleh para sahabat.
Adapun pendapat yang menuntunkan duduk iftirâsy pada rakaat terakhir dalam shalat 2 rakaat dengan dasar hadist Wâ’il bin Hujr :
“ Beliau duduk istirasy pada kakinya yang kiri.” ( Hadist Hasan Liqairihi / Hasan karena dari riwayat yang lain, Tirmidzi, Ibn Khuzmh).
Juga dari hadis mawqûf dari Ibn ‘Umar ra ( hanya Ibn Umar yang mengatakan kejadian itu hanya pada anaknya tanpa disandarkan pada Nabi secara langsung ), tidak rinci karena keduanya tidak menyebutkan secara spesifik sebagai duduk tasyahhud akhir. Ibn 'Umar hanya menyebutkan:
“ Termasuk bagian sunnah dari sholat itu adalah dengan membentangkan kaki kiri dan menduduki dan kamu menegakkan yang kanan.” (Hadist Sahih Riwayat. Dâruqutni, Abu Dâwud, al-Nasâ'i dlm Bab Kayfa al-Julûs li al-Tasyahhud al-Awwal/ Bab tata cara duduk untuk tasahud awal, Bukhari & Malik).
Al-Bukhâri & Mâlik menyebutkan sababul-wurud hadis di atas karena anak Ibn Umar meniru cara duduk bersila (يَتَرَبّع)bapaknya (karena badannya gemuk dan ada masalah dengan kesehatan kaki), lalu ia ditegur dengan kalimat tersebut.
Dokumentasi suasana Kuliah Subuh Ahad Pagi
Adminitrasi Penerimaan Zakat oleh AZMU
Ramai di stand makanan , buku dan obat herbal
Karena Aula penuh, diteras pun jadi
Suasana Kuliah Subuh Ahad Pagi di dalam Aula
Tidak ada komentar:
Posting Komentar